Berkenalan dengan Kopi Gunung Puntang, Salah Satu Kopi Terbaik Dunia

Kopi Gunung Puntang adalah salah satu kopi asal Jawa Barat yang telah naik daun sejak beberapa tahun terakhir.

Biji kopi ini namanya semakin berkibar terutama di kancah internasional setelah berhasil menyabet penghargaan di ajang Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat, 14-17 April 2016.

Kopi Gunung Puntang berhasil menyabet peringkat pertama dalam kategori rasa.

Biji kopi di Gunung Puntang telah dibudidayakan secara fokus sejak 2007 lalu. Di sana, ada sekitar 270 hektar lahan perkebunan kopi dengan sekitar 180 petani.

Kerja sama berbagai pihak

Di Jawa Barat terdapat Paguyuban Sunda Hejo yang membawahi hampir seluruh petani kopi di Jawa Barat. Selain itu ada juga perusahaan seperti PT. Olam Indonesia yang terlibat dalam memberi perkembangan para petani kopi di sana.

Dadang Hendarsyah, Unit Head dan ICS Manager PT. Olam Indonesia Sunda Cluster mengatakan bahwa hampir 90 persen petani di Jawa Barat beroperasi di lahan milik Perhutani.

“Jadi mereka menyewa satu kumpulan. Ada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Mereka punya kelompok, yaitu petani-petani yang akan menggarap kebun di daerah Perhutani, di bawah LMDH,” jelas Dadang ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (8/9/2020).

Para petani termasuk di Gunung Puntang juga berada di bawah LMDH dan KTH atau Kelompok Tani Hutan.

Sistemnya berupa kerja sama. Dadang menjelaskan, pada awalnya para petani mulai menanam kopi di hutan selama kurang lebih dua tahun.

Pasalnya ketika mulai menanam kopi dibutuhkan waktu sekitar 2-3 tahun sampai waktu siap panen.

Setelah panen, para petani kemudian melakukan sharing profit dengan LMDH, Perhutani, dan desa. Tepatnya 20 persen hasil panen ke LMDH, 15 persen hasil panen ke Perhutani, dan 5 persen hasil panen untuk desa.

Hal itu dilakukan satu tahun sekali setiap panen yang dimulai biasanya setiap April-Agustus.

Bibit dari zaman Belanda

Asal usul tanaman kopi di Jawa Barat termasuk Gunung Puntang bisa dirunut hingga zaman Belanda sekitar tahun 1700-an.

Kopi yang saat ini dibudidayakan di Gunung Puntang pun masih ada yang berasal dari pohon yang telah tumbuh sejak zaman Belanda tersebut.

“Bibit kopi diambil dari kopi yang dulunya pernah di Jawa Barat yaitu di Gunung Guntur, Garut. Kita pergi ke hutan untuk ambil bibit kopi peninggalan Belanda dulu. Pohon yang tersebar dulu di hutan dan sekarang masih ada,” papar Dadang.

Bibit kopi yang diambil dari pohon lama di hutan tersebut kemudian dikembangkan dan diperbanyak di Gunung Puntang hingga kini.

Transisi ladang sayur ke kebun kopi

Kebun kopi tidak selalu mendominasi area Gunung Puntang. Dahulu daerah ini lebih banyak menanam sayuran. Pasalnya sayuran punya periode tanam yang lebih pendek sehingga panen pun lebih sering.

Tak itu saja para petani juga cenderung tidak melakukan penanaman yang berkelanjutan sehingga berpotensi merusak lingkungan.

Pada tahun 1997-1998 para petani mulai beralih menanam kopi karena ternyata biji kopi juga punya harga yang cukup mahal di pasaran.

Namun sayangnya mereka belum mengetahui bagaimana cara menanam dan memanen biji kopi secara berkelanjutan. Alhasil kualitas panen masih buruk dan harga pun tidak tinggi.

Hingga akhirnya sekitar tahun 2007 terbentuk Koperasi Classic Bean yang saat itu jadi tempat Dadang bekerja. Mereka memberikan pemahaman pada para petani untuk mulai bertani kopi dengan cara yang baik dan benar.

“Pada 2007 kita mulai pembelajaran bahwa kopi itu tidak boleh dipanen secara langsung tapi harus berkelanjutan. Kalau dulu petani itu tidak tahu. Mereka panen kopi semuanya dihabiskan pada waktu itu. Ada yang hijau, kuning, merah, dirabut semua,” katanya.

Setelah itu perlahan tapi pasti para petani di Gunung Puntang mulai memahami cara menanam kopi yang baik. Ditambah lagi perusahaan seperti PT. Olam Indonesia mulai tertarik untuk masuk ke perkebunan Gunung Puntang pada 2010.

Sumber Artikel: Kompas

One reply on “Berkenalan dengan Kopi Gunung Puntang, Salah Satu Kopi Terbaik Dunia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *